Bandung, 21 Juni 2025epictoto Wali Kota Bandung, Farhan, mengeluarkan pernyataan kontroversial namun tegas mengenai operasional penerbangan di Bandara Husein Sastranegara. Dalam konferensi pers yang digelar di Balai Kota, Farhan menyampaikan bahwa pesawat berbadan lebar tidak perlu lagi mendarat di Kota Bandung, demi menjaga keselamatan, kenyamanan warga, dan kelestarian lingkungan kota.

“Bandung bukan Jakarta. Kota ini tidak didesain untuk menerima lalu lintas udara dengan pesawat besar seperti Boeing 777 atau Airbus A330. Infrastruktur kami tidak mendukung untuk itu, dan dampaknya terlalu besar untuk warga,” ujar Farhan di hadapan media.

Alasan Keamanan dan Keselamatan

Menurut Farhan, alasan utama di balik larangan tersebut adalah faktor keselamatan penerbangan dan potensi risiko terhadap lingkungan pemukiman. Bandara Husein Sastranegara yang terletak di tengah kota memang memiliki keterbatasan ruang pacu dan manuver pesawat besar. Kehadiran pesawat berbadan lebar tidak hanya menyulitkan proses lepas landas dan pendaratan, tetapi juga meningkatkan risiko gangguan kebisingan dan getaran bagi warga di sekitar bandara.

“Kami telah melakukan kajian dengan para ahli penerbangan. Daya dukung Bandara Husein hanya cocok untuk pesawat narrow-body seperti Boeing 737 atau Airbus A320. Kalau dipaksakan, justru membahayakan,” kata Farhan.

baca juga: 5-supergirl-5-era-1-warisan-ini-evolusinya

Fokus pada Pengembangan Konektivitas Regional

Farhan menambahkan bahwa ke depan, Bandung akan lebih fokus memperkuat konektivitas udara regional yang menghubungkan kota-kota besar di Jawa, Bali, dan sebagian Sumatera. Ia menyebutkan bahwa penerbangan dari dan ke Bandung harus mengedepankan efisiensi dan keberlanjutan, bukan sekadar volume penumpang.

“Kalau memang harus menggunakan pesawat besar, silakan mendarat di Bandara Kertajati, Majalengka. Itu sudah kami dorong menjadi hub penerbangan Jawa Barat. Bandung tetap bisa terkoneksi melalui akses darat dan kereta cepat,” tegasnya.

Dampak terhadap Sektor Pariwisata

Pernyataan ini sempat menimbulkan reaksi beragam dari pelaku industri pariwisata. Sebagian menyebut larangan ini bisa berdampak pada turunnya jumlah wisatawan, terutama dari luar Pulau Jawa. Namun, Farhan mengaku sudah memikirkan hal tersebut dan tengah menyiapkan strategi baru.

“Kita akan alihkan promosi ke segmen wisata domestik dan internasional dengan konektivitas menengah. Wisatawan masih bisa ke Bandung, hanya saja jalurnya diperhalus, tidak harus semuanya lewat udara langsung,” katanya.

Dukungan dari Pemerintah Provinsi

Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Perhubungan menyatakan mendukung langkah Wali Kota Bandung tersebut. Kepala Dinas Perhubungan Jabar, Irfan Wibowo, menyatakan bahwa integrasi sistem transportasi antar kota dan bandara sangat penting untuk mendukung keputusan itu.

“Kami sepakat bahwa keselamatan dan tata kota lebih utama. Langkah Pak Farhan cukup berani dan realistis,” ucap Irfan dalam pernyataan tertulis.

Rencana Jangka Panjang

Farhan menegaskan bahwa keputusannya ini bukan berarti Bandung menutup diri dari perkembangan transportasi udara, namun lebih pada penataan ulang prioritas demi masa depan kota yang berkelanjutan. Ia bahkan menyebut Bandung akan memperkuat transportasi multimoda, termasuk mempercepat pembangunan sistem kereta cepat, LRT, dan penghubung darat langsung ke Kertajati.

“Kita tidak anti kemajuan. Tapi Bandung harus maju dengan caranya sendiri—yang menghargai ruang hidup warga dan menciptakan kota yang ramah lingkungan,” pungkasnya.


Kesimpulan:

Langkah Wali Kota Farhan menolak kehadiran pesawat berbadan lebar ke Bandung menuai pro dan kontra. Namun keputusan ini mencerminkan keberanian dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan keberlanjutan. Ke depan, tantangan bagi Bandung adalah bagaimana tetap terhubung dengan dunia tanpa mengorbankan wajah kotanya yang ramah, hijau, dan berskala manusia.

sumber artikel: www.ststradingdesk.com

More From Author